myspace layouts

Rabu, 14 Januari 2009

Spiritualisme orang Jawa


Ilir – Ilir

Lir-ilir, lir-ilir tandure wus sumilir
Tak ijo royo-royo tak senggo temanten anyar

Cah angon-cah angon penekno blimbing kuwi
Lunyu-lunyu penekno kanggo mbasuh dodotiro

Dodotiro-dodotiro kumitir bedhah ing pinggir
Dondomono jrumatono kanggo sebo mengko sore

Mumpung padhang rembulane mumpung jembar kalangane
Yo surako… surak hiyo



Bagi orang Jawa, lalu ini tentu sudah sering didengar waktu kecil. Tapi sudahkah kita tahu maknanya? Ternyata sangat dalam dan spiritual banget.
Lअगु initerjemahan bebasnya aku sendiri kurang tahu. Konon, lagu juga penuh dengan uangkapan atau sanepo. Yang kalau disederhanakan artinya sebuah pengajaran tentang seseorang yang menjalankan syariat agama.


Terjemahan dalam bahasa Indonesia adalah kira-kira sebagai berikut:


Ayo bangun (dari tidur), tanam-tanaman sudah mulai bersemi, demikian menghijau bagaikan pengantin baru


Wahai gembala, ambillah buah blimbing itu, walaupun licin tetap panjatlah untuk mencuci pakaian


Pakaian-pakaian yang telah koyak sisihkanlah Jahit dan benahilah untuk menghadap Allah nanti sore.


Mumpung sedang terang bulan, mumpung sedang banyak waktu luang Mari bersorak-sorak ayo…


Maksud syair tersebut kira-kira seperti ini:


Bangun, bangunlah kealam pemikiran yang baru. Lihatlah tanaman yang mulai bersemi itu.


(Tanaman yang mulai bersemi adalah benih iman. Secara hakikat Allah sudah mengisi setiap manusia dengan benih-benih kebaikan. Tinggal manusianya ada yang merawat dan ada juga yang mengacuhkannya)


Hijau adalah warna perlambang agama Islam yang saat itu kemunculannya bagaikan pengantin baru dan sangat menarik hati.


Para penguasa diibaratkan sebagai penggembala yang 'menggembalakan' rakyat. Para penguasa itu disarankan untuk 'mengambil' agama Islam (disimbolkan dengan buah belimbing yang mempunyai bentuk segi lima sebagai lambang rukun Islam).


Walaupun licin, susah, tetapi usahakanlah agar dapat masuk Islam demi mensucikan dodot.


(Dodot adalah jenis pakaian tradisional Jawa yang sering dipakai pembesar jaman dulu. Bagi orang Jawa, agama adalah ibarat pakaian, maka dodot dipakai sebagai lambang agama atau kepercayaan) .


Pakaianmu, (yaitu) agamamu sudah rusak maka jahitlah (perbaiki), sebagai bekal menghadap Tuhanmu. Selagi ada cahaya terang yang menuntunmu, selagi masih hidup dan masih ada kesempatan bertobat.


Bergembiralah, semoga kalian mendapat anugerah dari Tuhan….

Cah angon,cah angon, penekno blimbing kuwi, lunyu-lunyu penekno kanggo sebo mengko sore


Cah angon adalah simbolisasi dari manusia sebagai Khalifah Fil Ardh, atau pemelihara alam bumi ini (angon bhumi). Cah angon (Bocah angon) dalam syair lagu tersebut merupakan perlambang dari penggembala .
Dan blimbing dengan belahan segi lima di tubuhnya disimbolkan sebagai sembahyang lima waktu। Jadi, makna lagu tersebut adalah bagaimana seorang santri menjalankan syariat agama yang berupa shalat lima waktu.


Penekno blimbing kuwi, mengibaratkan buah Belimbing yang memiliki lima segi membentuk bintang. Kelima segi itu adalah pengerjaan rukun islam (yang lima) dan Sholat lima waktu.
Sedang lunyu-lunyu penekno, berarti, tidak mudah untuk dapat mengerjakan keduanya (Rukun islam dan sholat lima waktu), dan memang jalan menuju ke surga tidak mudah dan mulus. Meskipun blimbing itu luyu (licin), tolong panjatkan juga (tolong dijalankan juga), karena itu berguna untuk membasuh dodotira (membasuh hati dan jiwa kita yang kotor).

Kanggo sebo mengko sore, untuk bekal di hari esok (kehidupan setelah mati).

Mumpung padhang rembulane, mumpung jembar galangane : Selagi masih banyak waktu selagi muda, dan ketika tenaga masih kuat, maka lakukanlah (untuk beribadah).

Dondomono, jrumatana, kanggo sebo mengko sore, ndak sorak2 hore!

(Hidup di dunia ini cenderung berbuat dosa, segan berbuat baik dan benar, sehingga dengan menjalankan shalat diharapkan kelak kemudian kita mendapat bekal untuk menghadap Allah).

Thanks Taufiq Elrahman


Tidak ada komentar: