myspace layouts

Rabu, 28 Januari 2009

Setia Serta Seia Sekata Saat Situasi Sedang Sulit


Apa yang anda lakukan seandainya mengetahui bahwa perusahaan anda tengah menghadapi situasi sulit? "Cepetan pindah, deh." begitu nasehat yang sering kita dengarkan.
Itulah sebabnya, banyak orang yang segera hengkang begitu tahu bahwa perusahaan sedang berada dalam kesulitan.
Padahal, justru pada situasi seperti itu perusahaan sangat membutuhkan peran orang-orang kunci. Memang sangat mudah untuk mendapatkan kesetiaan ketika segala sesuatunya tengah indah.
Namun, dalam keadaan sulit; apakah kita bisa mendapatkan orang-orang setia semudah itu? Boleh jadi, kesulitan yang tengah dihadapi oleh perusahaan itu merupakan saat paling tepat bagi kita untuk menentukan apakah kita ini benar-benar setia atau tidak.

Dimasa lalu, kita tidak pernah tahu suatu perusahaan akan bangkrut kecuali sudah tidak ada waktu lagi untuk melakukan apapun. Semuanya sering sudah terlambat. Dimasa kini, indikasi kebangkrutan sebuah perusahaan nyaris tidak bisa disembunyikan.
Bahkan, dalam media dunia akhir-akhir ini kita membaca begitu banyak nama besar yang diperkirakan memasuki masa-masa sulit ditahun ini.
Hal ini mengindikasikan banyak hal. Tetapi, yang terpenting adalah membuka mata hati kita dengan kenyataan bahwa 'perusahaan sedang membutuhkan kita untuk membantunya keluar dari sitasi sulit yang sedang dihadapinya' .

Hubungan kerja itu hampir menyerupai pernikahan. Janji apa yang anda ucapan ketika menikah? Anda berjanji untuk tetap setia baik dalam keadaan senang maupun dalam keadaan susah.
Ketika perusahaan kita dalam keadaan sehat, kita selalu senang bekerja untuknya. Kita selalu setia kepadanya. Seolah tak mungkin bisa goyah. Jika sekarang perusahaan anda sedang berada dalam situasi sulit; apakah anda mempunyai tingkat kesetiaan yang sama?



Banyak orang yang resah ketika manajemen puncak mengumumkan kesulitan perusahaan. Dan keresahan itu sering berubah menjadi kemarahan ketika pengumuman itu diikuti oleh keputusan yang menyebalkan.
Misalnya, manajemen memutuskan untuk menunda kenaikan gaji. Atau merevisi paket kompensasi dan benefit untuk jangka waktu tertentu. Kita marah karena semuanya itu mengganggu kenyamanan diri kita.
Namun, jika kita ingat bahwa hubungan kerja itu nyaris seperti pernikahan, maka kita akan sadar bahwa pada situasi yang sulit memang perusahaan harus melakukan tindakan penyelamatan.
Dan seperti pasangan pernikahan kita, dia membutuhkan dukungan kita. Terutama ketika memasuki masa-masa sulit dalam hidupnya.
Sebaliknya, sebagian besar orang bereaksi secara negatif. Padalah, itu akan membuat situasinya semakin memburuk. Perusahaan sedang membutuhkan dukungan tertinggi.
Kinerja terhebat. Prestasi terbaik, dari semua karyawannya agar bisa segera pulih dan keluar dari kesulitan. Bayangkan jika apa yang didapatkan malah sebaliknya? Sebenarnya, siapa sih yang diuntungkan jika kita bekerja dengan mengerahkan seluruh kemampuan? Tentu perusahaan beruntung.
Karena kita membantunya keluar dari kesulitan. Tetapi, yang paling diuntungkan sebenarnya adalah diri kita sendiri. Mengapa? Karena, dengan begitu perusahaan bisa terus mempertahankan karyawan. Bukankah jika perusahaan semakin terpuruk maka dampaknya akan ikut kita rasakan?

Bayangkan seandainya semua karyawan diperusahaan anda mempunyai sikap posistif dan dedikasi yang tinggi seperti itu. Tentu semua elemen perusahaan akan bahu membahu mengayuh perahu bisnis ini untuk menaklukan topan, melewati badai dan menyelamatkan diri dari gelombang besar.
Sebaliknya, jika semua orang sibuk menyelamatkan diri masing-masing; siapa yang akan peduli akan keberlangsungan hidup perusahaan?

Bisa saja anda mengira bahwa cara paling cerdas adalah meninggalkan perusahaan yang tengah berada dalam situasi sulit dan pindah kepada perusahaan lain yang sedang sehat.
Mungkin anda benar. Tetapi, seseorang yang berdedikasi tinggi tidak meninggalkan perusahaan dalam ituasi sulit. Sebaliknya, kita bisa melihat contoh nyata orang-orang besar yang keluar dari perusahaan justru pada saat perusahaan tengah mencapai puncak prestasinya.
Bukan ketika tengah terpuruk. Tidak banyak orang yang seperti itu memang. Tetapi, bukankah ini saatnya bagi kita untuk menunjukkan dedikasi kita?
Jadi, jika anda mengetahui bahwa perusahaan tengah berada dalam situasi sulit; hendaknya anda tidak hengkang dari sana. Sebaliknya, singsingkan lengan baju anda. Dan ajaklah teman-teman anda untuk bahu membahu bersama para pimpinan uncak perusahaan dalam usaha penyelamatan.

Memangnya apa yang akan anda dapatkan jika anda melakukan itu? Banyak hal. Contoh, jika perusahaan itu kembali pulih, maka manajemen akan melihat siapa saja orang yang berkontribusi optimal, sehingga layak mendapatkan imbalan.
Jika perusahaan terpaksa harus merumahkan karyawan, maka anda yang berdedikasi tinggi akan masuk kedalam daftar rang-orang yang pantas untuk dipertahankan. Bagaimana jika situasinya semakin sulit?
Tak perlu panik; karena dalam situasi ekonomi global yang semerawut ini kesulitan tidak hanya dialami oleh perusahaan anda.
Tetapi, sejauh kita sudah mengoptimalkan semua potensi diri yang Tuhan berikan kepada kita; maka selebihnya kita serahkan saja kepada sang Maha Kuasa. Dan kita boleh bilang; "Tuhan, saya mempersembahkan semua bakti saya kepada Engkau dengan cara mengerahkan semua potensi diri yang telah Engkau berikan. Dan sekarang, saya menyerahkan diri kepadaMu.... ."

Sebaliknya, jika dalam situasi sulit ini kita tidak peduli kepada nasib perusahaan. Lantas mengurangi kontribusi kita. Dan membiarkan potensi diri terbengkalai; maka kita akan rugi dua kali.
Kita rugi karena kondite kita dimata perusahaan tidak bagus. Kita juga rugi karena Tuhan kesal ketika mengetahui kita telah menyia-nyiakan seluruh daya hidup yang telah Dia berikan.

Jadi, tidak ada cara lain selain meningkatkan kontribusi dan dedikasi. Dengan cara mencurahkan segenap kemampuan, untuk menolong perusahaan yang sedang berada dalam kesulitan.
Sebab, seperti pernikahan; ketika pasangan kita tengah menghadapi kesulitan, kita akan tetap setia mendapinginya. Sampai kita sama-sama bisa keluar dari semua cobaan, dan kembali memasuki kehidupan yang menyenangkan. Anda siap melakukannya? Tentu. Karena badai pasti berlalu, teman.

Thanks Dadang Kadarusman

Kamis, 22 Januari 2009

Renungan


Jangan terpaku dengan asumsi dan persepsi sendiri, karena bisa salah.
Cobalah mulai membuka pikiran Anda terhadap pikiran orang lain, tentu saja dengan filter nilai-nilai yang Anda anut.




Rabu, 14 Januari 2009

Api dan Asap


Suatu ketika, ada sebuah kapal yang tenggelam diterjang badai. Semuanya porakporanda. Tak ada awak yang tersisa, kecuali satu orang yang mendapatkan pelampung। Namun,nasib baik belum berpihak pada pria ini। Dia terdampar pada sebuah pulau kecil tak berpenghuni, sendiri, dan tak punya bekal makanan.


Dia terus berdoa pada Tuhan untuk menyelamatkan jiwanya. Setiap saat, dipandangnya ke penjuru cakrawala, mengharap ada kapal yang datang merapat. Sayang, pulau ini terlalu terpencil. Hampir tak ada kapal यांगmau melewatinya.


Lama kemudian, pria ini pun lelah untuk berharap. Lalu, untuk menghangatkan badan, ia membuat perapian, sambil mencari kayu dan pelepah nyiur untuk tempatnya beristirahat. Dibuatnya ruman-rumahan, sekedar tempat untuk melepas lelah. Disusunnya semua nyiur dengan cermat, agar bangunan itu kokoh dan dapat bertahan lama.


Keesokan harinya, pria malang ini mencari makanan. Dicarinya buah-buahan untukpenganjal perutnya yang lapar. Semua pelosok dijelajahi, hingga kemudian, ia kembali ke gubuknya. Namun, ia terkejut.


Semuanya telah hangus terbakar, rata dengan tanah, hampir tak bersisa। Gubuk itu terbakar, karena perapian yang lupa dipadamkannya. Asap membubung tinggi, dan hilanglah semua kerja kerasnya semalam. Pria ini berteriak marah, "Ya Tuhan, mengapa Kau lakukan ini padaku. Mengapa?... Mengapa?"। Teriaknya melengking menyesali nasib.


Tiba-tiba... terdengar peluit yang ditiup. Tuittt.....tuuitttt . Ternyata ada sebuah kapal yang datang. Kapal itu mendekati pantai, dan turunlah beberapa orang menghampiri pria yang sedang menangisi gubuknya ini. Pria ini kembali terkejut, ia lalu bertanya, "Bagaimana kalian bisa tahu kalau aku ada disini? Mereka menjawab, "Kami melihat simbol asapmu!!"
~Author Unknown


Teman,
sangat mudah memang bagi kita, untuk marah saat musibah itu tiba.Nestapa yang kita terima, tampak akan begitu berat, saat terjadi dan berulang-ulang. Kita memang bisa memilih untuk marah, mengumpat, danterus mengeluh.


Namun, teman, agaknya kita tak boleh kehilangan hati kita. Sebab, Tuhan selalu ada pada hati kita, walau dalam keadaan yang paling berat sekalipun.


Dan teman, ingatlah, saat ada "asap dan api" yang membubung dan terbakar dalam hatimu, jangan kecil hati. Jangan sesali semua itu. Jangan hilangkan perasaan sabar dalam kalbumu.


Sebab, bisa jadi, itu semua adalah sebagai tanda dan simbol bagi orang lain untuk datang padamu,dan mau menolongmu. Sebab, untuk semua hal buruk yang kita pikirkan,
akan selalu ada jawaban yang menyejukkan dari-Nya. Tuhan Maha Tahu yang terbaik buat kita. Jangan hilangkan harapan itu.




Spiritualisme orang Jawa


Ilir – Ilir

Lir-ilir, lir-ilir tandure wus sumilir
Tak ijo royo-royo tak senggo temanten anyar

Cah angon-cah angon penekno blimbing kuwi
Lunyu-lunyu penekno kanggo mbasuh dodotiro

Dodotiro-dodotiro kumitir bedhah ing pinggir
Dondomono jrumatono kanggo sebo mengko sore

Mumpung padhang rembulane mumpung jembar kalangane
Yo surako… surak hiyo



Bagi orang Jawa, lalu ini tentu sudah sering didengar waktu kecil. Tapi sudahkah kita tahu maknanya? Ternyata sangat dalam dan spiritual banget.
Lअगु initerjemahan bebasnya aku sendiri kurang tahu. Konon, lagu juga penuh dengan uangkapan atau sanepo. Yang kalau disederhanakan artinya sebuah pengajaran tentang seseorang yang menjalankan syariat agama.


Terjemahan dalam bahasa Indonesia adalah kira-kira sebagai berikut:


Ayo bangun (dari tidur), tanam-tanaman sudah mulai bersemi, demikian menghijau bagaikan pengantin baru


Wahai gembala, ambillah buah blimbing itu, walaupun licin tetap panjatlah untuk mencuci pakaian


Pakaian-pakaian yang telah koyak sisihkanlah Jahit dan benahilah untuk menghadap Allah nanti sore.


Mumpung sedang terang bulan, mumpung sedang banyak waktu luang Mari bersorak-sorak ayo…


Maksud syair tersebut kira-kira seperti ini:


Bangun, bangunlah kealam pemikiran yang baru. Lihatlah tanaman yang mulai bersemi itu.


(Tanaman yang mulai bersemi adalah benih iman. Secara hakikat Allah sudah mengisi setiap manusia dengan benih-benih kebaikan. Tinggal manusianya ada yang merawat dan ada juga yang mengacuhkannya)


Hijau adalah warna perlambang agama Islam yang saat itu kemunculannya bagaikan pengantin baru dan sangat menarik hati.


Para penguasa diibaratkan sebagai penggembala yang 'menggembalakan' rakyat. Para penguasa itu disarankan untuk 'mengambil' agama Islam (disimbolkan dengan buah belimbing yang mempunyai bentuk segi lima sebagai lambang rukun Islam).


Walaupun licin, susah, tetapi usahakanlah agar dapat masuk Islam demi mensucikan dodot.


(Dodot adalah jenis pakaian tradisional Jawa yang sering dipakai pembesar jaman dulu. Bagi orang Jawa, agama adalah ibarat pakaian, maka dodot dipakai sebagai lambang agama atau kepercayaan) .


Pakaianmu, (yaitu) agamamu sudah rusak maka jahitlah (perbaiki), sebagai bekal menghadap Tuhanmu. Selagi ada cahaya terang yang menuntunmu, selagi masih hidup dan masih ada kesempatan bertobat.


Bergembiralah, semoga kalian mendapat anugerah dari Tuhan….

Cah angon,cah angon, penekno blimbing kuwi, lunyu-lunyu penekno kanggo sebo mengko sore


Cah angon adalah simbolisasi dari manusia sebagai Khalifah Fil Ardh, atau pemelihara alam bumi ini (angon bhumi). Cah angon (Bocah angon) dalam syair lagu tersebut merupakan perlambang dari penggembala .
Dan blimbing dengan belahan segi lima di tubuhnya disimbolkan sebagai sembahyang lima waktu। Jadi, makna lagu tersebut adalah bagaimana seorang santri menjalankan syariat agama yang berupa shalat lima waktu.


Penekno blimbing kuwi, mengibaratkan buah Belimbing yang memiliki lima segi membentuk bintang. Kelima segi itu adalah pengerjaan rukun islam (yang lima) dan Sholat lima waktu.
Sedang lunyu-lunyu penekno, berarti, tidak mudah untuk dapat mengerjakan keduanya (Rukun islam dan sholat lima waktu), dan memang jalan menuju ke surga tidak mudah dan mulus. Meskipun blimbing itu luyu (licin), tolong panjatkan juga (tolong dijalankan juga), karena itu berguna untuk membasuh dodotira (membasuh hati dan jiwa kita yang kotor).

Kanggo sebo mengko sore, untuk bekal di hari esok (kehidupan setelah mati).

Mumpung padhang rembulane, mumpung jembar galangane : Selagi masih banyak waktu selagi muda, dan ketika tenaga masih kuat, maka lakukanlah (untuk beribadah).

Dondomono, jrumatana, kanggo sebo mengko sore, ndak sorak2 hore!

(Hidup di dunia ini cenderung berbuat dosa, segan berbuat baik dan benar, sehingga dengan menjalankan shalat diharapkan kelak kemudian kita mendapat bekal untuk menghadap Allah).

Thanks Taufiq Elrahman


Selasa, 13 Januari 2009

La Tahzan Saudaraku! (untuk Palestina)


Seusai kerja, sebelum pulang, saya kerap membuka media online lewat internet yang menyajikan berita-berita yang sedang hangat di masyarakat। Namun, dini hari itu, emosi saya serasa tersulut।

Membaca salah satu berita internasional tentang Palestina membuat darah saya mendidih. Betapa tidak, dalam berita tersebut dipampang foto seorang balita yang tewas dengan tangan terputus karena serangan Israel. Bocah tersebut merupakan salah seorang korban di antara mayat-mayat orang dewasa yang menjadi kebiadaban Israel.

Sebagai muslim, tentu hati ini tidak sanggup menerima perlakuan brutal dan kejam bangsa Yahudi itu membantai saudara-saudara seiman di Palestina। Dunia Islam pun mengutuk keras tindakan di luar batas kemanusiaan Israel.

Namun, tanpa membawa Islam pun, sudah tentu sebagai manusia, jiwa kita akan terketuk melihat darah anak-anak tak berdosa tumpah karena kekejaman Israel yang semakin menjadi-jadi.




Memang, tidak hanya saat itu saya melihat lewat situs berita luar negeri tentang korban-korban dari rakyat Palestina yang tewas akibat serangan militer Israel yang membabi-buta. Konflik di Timur Tengah memang membawa derita berkepanjangan, khususnya di bumi Palestina. Tapi, saya yakin, mereka tidak mati sia-sia. Darah mereka, para wanita dan anak-anak muslim Palestina tak berdosa itu adalah jihad.

Sejengkal tanah dan hak kemerdekaan mereka perjuangkan dari penjajahan Yahudi tersebut. Meski konsekuensinya harus dibayar dengan nyawa, hal itu tak menyurutkan semangat jihad melawan kaum zionis Israel. Tiap saat diliputi kemelut. Tiap hari nyawa orang-orang Palestina melayang karena melawan para serdadu Yahudi di wilayah-wilayah perbatasan.

***

Satu kisah menyedihkan dari pengalaman seorang wartawan asing, di jalur Gaza menjelang fajar dijaga ketat oleh tentara Israel. Panser-panser Yahudi dengan senjata lengkap tersebut seolah siap melahap dan menembak para pemuda Palestina yang nekat melintas atau melawan. Tidak ada lagi peace enforment ketika itu. Seorang wanita tiba-tiba muncul di kerumunan barisan serdadu zionis.

Dia kemudian berteriak ke arah para tentara tersebut seraya melantangkan takbir, ”Allahu akbar, Allahu akbar.” Di sela seruan wanita pemberani tersebut, dia sempat berkata, ”Rahimku ini akan terus melahirkan para pejuang untuk berjihad.” Tak lama kemudian, wanita itu rebah tersungkur ke tanah. Tubuhnya bersimbah darah setelah diberondong senapan otomatis milik tentara Israel. Innalillahi wa innailahi rajiuun. Seorang muslimah telah gugur sebagai syuhada.

Peristiwa itu menyulut kemarahan para pemuda pejuang muslim Palestina. Apa daya, kekuatan militer Israel jauh lebih baik daripada mereka. Namun, para kaum muslimin tersebut tidak gentar. Bersenjata batu dan sedikit senjata, mereka melakukan perlawanan ke arah tentara-tentara Yahudi. Tak pelak, korban-korban tewas pun banyak berjatuhan dari pihak Palestina.

Darah di mana-mana. Ini tanah kami! Darah muslimin tak akan jatuh dengan sia-sia. Ini bumi kami! Begitulah semangat para pemuda Palestina dalam melawan kekejaman Israel yang telah berpuluh-puluh tahun menyerobot tanah air mereka.

Si wartawan peliput tersebut akhirnya memutuskan untuk berhenti dari profesinya. Kali terakhir, pemandangan menyedihkan melihat seorang bocah laki-laki cacat karena kakinya putus akibat terkena serpihan ranjau di daerah konflik. Itu membuat hatinya miris. Dia tak menyangkal kekejaman Israel. Hingga anak-anak pun tak luput dari sasaran senjata para serdadu zionis tersebut. Masya Allah.

***

Kiranya, penghormatan dan doa teriring untuk perjuangan para saudara kami di Palestina. Darah para muslimah dan anak-anak tak berdosa itu tidak akan jatuh dengan sia-sia. Bahwa mati syahid lebih dipilih daripada tanah air diduduki oleh kaum Yahudi।

Saudaraku di Palestina, percayalah bahwa perjuanganmu tak akan pernah sia-sia. Allah lebih tahu tentang jihad membela panji Islam yang kalian perjuangkan. Kami yang di sini selalu mengiringi doa akan harapan kedamaian di bumi Palestina yang menyimpan banyak sejarah para nabi.


Ini tanah kami! Ini bumi kami! Setelah keras menentang, diiringi teriakan takbir, pemuda-pemuda pemberani itu pun gugur diterjang timah panas serdadu Yahudi. Dan tidaklah tangisan para wanita yang kehilangan suami, anak, serta sanak saudaranya menjadi akhir dari perjuangan. Benar! Di rahim mereka, akan lahir syuhada-syuhada yang tak sudi bangsanya dijajah oleh Yahudi.

Mati sebagai syahid lebih disukai. La tahzan saudaraku! Jangan bersedih dan berhenti berjuang. Semoga Allah merahmati perjuanganmu. Dan tetapkan di hatimu bahwa Rasululullah pernah bersabda:”
Sesungguhnya, besarnya pahala mengikuti pada besarnya cobaan. Susungguhnya, Allah apabila mencintai suatu kaum, pasti Dia menimpakan cobaan-Nya kepada mereka. Barang siapa yang ridha, dia akan mendapat keridhaan-Nya. Dan barang siapa yang marah, maka dia akan mendapat murka-Nya

Eko Prasetyo

Jumat, 09 Januari 2009

Terbakar Awalnya, Berkilau Akhirnya


Di saat setiap orang menjauh melihatmu dalam kesedihan
Di masa semua orang meninggalkan dirimu dalam kesendirian
Terasa semakin berat bebanmu…
Terasa semakin sesak dadamu…
Menghadapi cobaan…
Di waktu setiap desah nafasmu terasa berat karena kepedihan
Dikala setiap tetes airmata yang kau tahan karena mencoba bertahan
Semua akan ada akhirnya…
Semua akan membuatmu berlapang…
Menghadapi cobaan…

(Shaffix – Terpuruk)


Tidak selamanya kesengsaraan dan penderitaan itu hina dan dibenci. Terkadang kesengsaraan justru menimbulkan efek positif seorang hamba. Doa yang penuh harap muncul dari kesengsaraan dan tasbih yang tulus datang dari hati yang tersakiti. Begitu juga penderitaan dan beban yang dialami seorang pelajar untuk menuntut ilmu. Akhirnya, akan membuahkan hasil menjadi seorang ilmuwan besar. Demikianlah, karena dia rela terbakar awalnya, berkilaulah akhirnya.

Ada juga seorang penyair yang merasakan pilu karena penderitaan. Namun, akhirnya menghasilkan karya sastra yang mengagumkan. Sakit hatinya telah menyentuh hati dan urat saraf serta membuat darahnya bergemuruh. Kemudian, gejolak jiwa itu mengarahkan intuisinya untuk merangkai kata-kata yang indah. Begitu juga seorang penulis, setelah melalui berbagai penderitaan dalam hidupnya, akhirnya dia menghasilkan karya yang mengagumkan dan terus tergambar dalam ingatan.

Seorang penyair yang tidak pernah merasakan sakit dan pahit getirnya kehidupan maka syair-syairnya akan terasa hambar. Syair hanya berisi kumpulan peristiwa murahan dan untaian kata picisan karena dari lisan bukan dari lubuk hatinya yang paling dalam. Berpuisi dengan rasionya tanpa melibatkan hati dan perasaan.

Sebelum mencapai puncak kearifan, Imam al-Ghazali terlebih dahulu bermujahadah dengan berat. Beliau mengembara menuntut ilmu, beribadah dengan penuh kekhusyuan, kadang bertafakur seorang diri. Kegelisahan jiwanya dalam mencari kebenaran membuat seorang dokter memvonisnya menderita penyakit saraf kronis. Biarpun begitu, Allah tidak menyia-nyiakan usahanya itu. Kemudian, menunjukkan jalan yang benar ke arahnya. Dari sanalah karya-karyanya yang tercetak hingga kini bermunculan; Ihya Ulumuddin, Mungidz min Dhalal, Tahafut al-Falasifah, Kimya as-Saadah, dan sebagainya.

Imam Ibnu Taimiyah – seorang ulama besar pengusung panji kebenaran dan ketakwaan – menyelesaikan beberapa karyanya di dalam penjara. Ketika penguasa dzalim menyingkirkan penanya, beliau tetap menulis walaupun dengan arang. Kita hanya tahu kitab Majmu Fatawa itu tebalnya satu setengah meter, tapi kita tidak tahu bahwa sebenarnya sebagian besar buku itu ditulis ketika beliau berada dalam penjara.

Sayyid Quthb mampu menuliskan karya terbesarnya, Tafsir Fizhilalil Quran, ketika dalam keadaan terhimpit penderitaan. Di siksa dalam penjara lantas dihukum mati. Di dalam penjara itu juga, beliau menulis sebuah buku kecil yang konon adalah buku the best of best seller di Timur Tengah dan paling ditakuti pemerintahan otoriter, yaitu Ma’allim fith Thariq.

Prof. HAMKA adalah sosok ulama yang senantiasa konsisten di jalan Allah, mampu menyelesaikan kitab tafsirnya yang paling fenomenal dan berjilid-jilid tebalnya, Tafsir al-Azhar, ketika beliau berada di dalam penjara.

Dr. Yusuf al-Qaradhawi – ulama terkemuka saat ini – dengan terpaksa harus berhijrah dari Mesir ke Qatar karena pemerintah otoriter Mesir saat itu memburu para aktivis Islam dan menjebloskannya ke dalam penjara. Namun, di sana beliau mampu menyusun kitab Fiqh Zakat, yang menurut Abul A’la Maududi merupakan kitab yang paling bagus pada abad ke-20.

Dr. Muhammad al-Ghazali – guru dari Dr. Yusuf al-Qaradhawi – juga dengan terpaksa hijrah ke Madinah al-Munawarah. Di sana beliau habiskan waktunya dengan membaca, menulis, merenung, dan berdakwah. Beliau berhasil merampungkan karya terbesarnya, Fiqh Sirah. Kitabnya itu ditulis di depan makam Rasulullah. Setiap kali memulai menulis, setiap kali itu pula beliau menangis mengenang perjuangan agung Rasulullah.

Zainab al-Ghazali adalah sosok mujahidah terkemuka yang lahir di abad ke-20. aktivis Ikhwanul Muslimin ini pernah mengalami berbagai bentuk siksaan dan penderitaan yang mengerikan, sebagaimana diceritakannya dalam bukunya yang berjudul Ayyamun Min Hayati (Hari-Hari dalam Kehidupanku). Buku tersebut menggambarkan hari-hari yang dilakukan oleh si penulis selama di balik terali besi. Setiap huruf, kata, kalimat, dan lembar yang terdapat di dalam buku tersebut adalah refleksi dari perasaan yang mendalam. Proses penyiksaan demi pemyiksaan yang dialaminya, semua ia ungkap dalam buku tersebut. Dari buku terungkap, bahwa orang-orang yang telah menjalani masa penahanan, lebih mampu mengungkapkan penderitaan, kesabaran, dan ujian yang dihadapinya. Bahkan, ia adalah orang yang paling mampu menggambarkan berbagai tragedi yang dialaminya melalui penanya yang ikut terluka.

Dr. Aidh al-Qarni pernah di penjara karena pernyataan-pernyataan politik yang ditulisnya dalam sebuah syair. Namun di sana beliau menghabiskan waktu untuk membaca, merenung dan menulis. Karyanya yang memukau jiwa dan mengguncang dunia, La Tahzan, ternyata di tulis ketika beliau di dalam penjara. Buku itu menggambarkan kepiluan hatinya dan bagaimana beliau mencari jalan sesuai dengan petunjuk-Nya. Buku itu kini telah dicetak dua juta eksamplar di seluruh dunia. Beliau juga dianugerahi penghargaan pemerintah Arab Saudi sebagai penulis paling produktif di Arab Saudi.

Harun Yahya – pejuang dan ilmuwan terkemuka Turki – terpaksa digiring masuk penjara selama bertahun-tahun. Bahkan, beberapa bulan lamanya dimasukkan ke rumah sakit jiwa. Namun, di sana dia mampu bersabar dan tawakal kepada Allah hingga bisa menyelesaikan banyak buku yang salah satunya mengenai perjalanan hidup Nabi Muhammad. Beliau sendiri sering berkata kepada sahabat dan murid-murid yang menjenguknya dari kejauhan, “Jangan bersedih. Sesungguhnya Allah beserta kita.” Pada tahun 2000, beliau dianugerahi majalah ilmiah terkemuka saat ini, New Scientist, sebagai “Pahlawan Dunia” karena dengan gemilangnya berhasil mengungkap kebohongan teori evolusi. Kini Harun Yahya juga termasuk dalam jajaran penulis paling produktif di dunia, karyanya sudah mencapai 200 judul!

Mereka itulah orang-orang agung karena mereka mampu menjadikan penderitaan sebagai perantara sebagai ketinggian. “…Yang demikian itu ialah karena mereka tidak ditimpa kehausan, kepayahan dan kelaparan pada jalan Allah, dan tidak (pula) menginjak suatu tempat yang membangkitkan amarah orang-orang kafir, dan tidak menimpakan sesuatu bencana kepada musuh, melainkan dituliskanlah bagi mereka dengan yang demikian itu suatu amal saleh. Sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik.” (QS. at-Taubah: 120).

Sesungguhnya nasihat yang baik pasti akan menyentuh hati yang paling dalam dan meluluhkan jiwa. Nasihat yang demikian dapat ditulis menjadi buku karena pengarangnya pernah mengalami perjuangan panjang dan kepedihan hidup. “…Allah mengetahui apa yang ada dalam hati mereka lalu menurunkan ketenangan atas mereka dan memberi balasan kepada mereka dengan kemenangan yang dekat (waktunya).” (QS. al-Fath: 18).

Thanks Chandra Kurniawan

Rabu, 07 Januari 2009

Nilai Seikat Kembang


Seorang pria turun dari sebuah mobil mewah yang diparkir di depan kuburan umum.

Pria itu berjalan menuju pos penjaga kuburan. Setelah memberi salam, pria yang ternyata adalah sopir itu berkata,

"Pak, maukah Anda menemui wanita yang ada di mobil itu? Tolonglah Pak, karena para dokter mengatakan sebentar lagi beliau akan meninggal!"

Penjaga kuburan itu menganggukan kepalanya tanda setuju dan ia segera berjalan di belakang sopir itu.

Seorang wanita lemah dan berwajah sedih membuka pintu mobilnya dan berusaha tersenyum kepada penjaga kuburan itu sambil berkata, " Saya Ny . Steven. Saya yang selama ini mengirim uang setiap dua minggu sekali kepada Anda.


Saya mengirim uang itu agar Anda dapat membeli seikat kembang dan menaruhnya di atas makam anak saya. Saya datang untuk berterima kasih atas kesediaan dan kebaikan hati Anda. Saya ingin memanfaatkan sisa hidup saya untuk berterima kasih kepada orang-orang yang telah menolong saya."




"O, jadi Nyonya yang selalu mengirim uang itu? Nyonya, sebelumnya saya minta maaf kepada Anda. Memang uang yang Nyonya kirimkan itu selalu saya belikan kembang, tetapi saya tidak pernah menaruh kembang itu di pusara anak Anda." Jawab pria itu.

"Apa, maaf?" tanya wanita itu dengan gusar.

"Ya, Nyonya. Saya tidak menaruh kembang itu di sana karena menurut saya, orang mati tidak akan pernah melihat keindahan seikat kembang.

Karena itu setiap kembang yang saya beli, saya berikan kepada mereka yang ada di rumah sakit, orang miskin yang saya jumpai, atau mereka yang sedang bersedih.

Orang-orang yang demikian masih hidup, sehingga mereka dapat menikmati keindahan dan keharuman kembang-kembang itu, Nyonya," jawab pria itu.

Wanita itu terdiam, kemudian ia mengisyaratkan agar sopirnya segera pergi.

Tiga bulan kemudian, seorang wanita cantik turun dari mobilnya dan berjalan dengan anggun ke arah pos penjaga kuburan.

"Selamat pagi. Apakah Anda masih ingat saya? Saya Ny . Steven. Saya datang untuk berterima kasih atas nasihat yang Anda berikan beberapa bulan yang lalu.

Anda benar bahwa memperhatikan dan membahagiakan mereka yang masih hidup jauh lebih berguna daripada meratapi mereka yang sudah meninggal..

Ketika saya secara langsung mengantarkan kembang-kembang itu ke rumah sakit atau panti jompo, kembang-kembang itu tidak hanya membuat mereka bahagia, tetapi saya juga turut bahagia.

Sampai saati ini para dokter tidak tahu mengapa saya bisa sembuh, tetapi saya benar-benar yakin bahwa sukacita dan pengharapan adalah obat yang memulihkan saya!"

Jangan pernah mengasihani diri sendiri, karena mengasihani diri sendiri akan membuat kita terperangkap di kubangan kesedihan. Ada prinsip yang mungkin kita tahu, tetapi sering kita lupakan, yaitu dengan menolong orang lain sesungguhnya kita menolong diri sendiri.
Thanks Imas

Selasa, 06 Januari 2009

Under Estimated


Pernahkah bertemu orang dengan pandangan under estimated kepada anda? Mungkin bagi sebagian orang jawabannya “ya” dan sebagian lainnya “tidak”. Bila jawaban anda “ya” berarti anda (hampir) sama dengan saya karena baru-baru ini saya pun mengalami kejadian seperti itu.
Memang bukan kejadian yang menyenangkan tapi terkadang kita tidak bisa menyalahkan orang tersebut, mereka pasti punya alasan tersendiri sehingga berpandangan seperti itu terhadap kita. Yang sedikit menjadi ganjalan bagi saya bila alasannya itu berhubungan dengan cara berpakaian.


Sebagai seorang muslimah, saya berusaha mengenakan pakaian yang menutupi aurat. Sayangnya di negara sekuler ini, cara berpakaian seperti itu termasuk golongan minoritas. Walaupun sebagian besar orang-orang di sini bersikap tak peduli (selama tidak mengganggu mereka) namun tidak jarang pula tatapan aneh tertuju pada diri saya.
Selama ini saya berusaha berpikir positif, mungkin saja orang-orang yang menatap aneh itu jarang bertemu orang asing yang berpakaian seperti saya. Nanti kalau sudah terbiasa mungkin mereka juga akan cuek seperti yang lainnya.

Keadaannya berbeda, ketika karena suatu urusan pekerjaan saya harus bertemu langsung dengan seseorang yang saya perkirakan jarang berhubungan dengan wanita asing berpakaian tertutup (muslimah).
Saat pertama kali bertemu face to face, saya berusaha untuk menunjukkan ekspresi ramah dan bersahabat. Orang itu bersedia saya ajak bicara. Kata-kata yang keluar dari bibirnya tetap sopan walaupun dengan ekspresi wajah datar, tatapan aneh dan sedikit curiga yang terpancar dari matanya. Saya berusaha tetap tersenyum saat berbincang dengannya tapi ternyata ekspresi itu belum bisa mencairkan suasana.

Dari perbincangan kami, saya menyimpulkan orang itu meragukan kemampuan pendengaran saya. Saya bisa menangkap keraguannya, apakah kuping yang tertutup secarik kain apakah bisa mendengar instruksi dengan jelas?
Dia memang tidak secara eksplisit menunjukkan keraguannya itu, tapi Alhamdulillah logika berpikir saya masih tetap berfungsi. Akhirnya pertemuan itu tidak menghasilkan kesepakatan yang saya inginkan.
Dan matanya tetap menatap aneh mengiringi saya berlalu dari tempat pertemuan itu. Saya pamit dengan tetap mempertahankan ekspresi ramah dan bersahabat agar memberi kesan yang baik. Berharap bila suatu saat dia bertemu dengan muslimah lainnya, dia tidak lagi menatap aneh.

Saya mencoba berbesar hati setelah kejadian tersebut. Mungkin saja orang itu masih terlalu dangkal wawasannya. Atau mungkin juga, dia belum banyak mengenal wanita Islam sehingga masih menyisakan rasa curiga terhadap wanita yang berpakaian serba tertutup.
Semoga saja dengan kejadian ini Allah membuka mata hatinya untuk bisa menghargai cara berpakaian wanita Islam. Menunjukkan kepadanya bahwa pakaian yang saya kenakan bukanlah sesuatu yang bisa menurunkan kemampuan pendengaran pemakainya.
Karena petunjuk cara berpakaian ini bersumber dariNya, dan bertujuan untuk melindungi serta menjaga harkat dan martabat para wanita pemakainya.

Kejadian ini juga mengingatkan saya (juga muslimah lainnya), agar bisa menunjukkan prestasi kerja yang lebih baik sehingga tidak ada lagi pandangan under estimated terhadap kemampuan muslimah di negara sekuler ini.
Jangan menyerah bila berada dalam kondisi seperti itu. Justru itu menjadi ladang dakwah bagi kita. Dan berprestasilah sebaik mungkin karena prestasi bisa meruntuhkan keraguan mereka.

Wallahu’alam bisshowab.
Thanks Shinta Octaviani