myspace layouts

Selasa, 04 Agustus 2009

If I'am Boring


Sebuah ibadah yang rutin kita lakoni pasti punya batas jenuh. Seperti ibadah dalam mengurus rumah-tangga, yang saat ini aku alami. Aku seringkali jenuh bila saat anak-anak sakit, kemudian suami juga sangat sibuk dengan pekerjaan di kantornya. Hal itulah yang membuatnya tak mungkin diberi job untuk merasakan kecemasan anak yang sakit.. Jika dipaksakan, aku mengkhawatirkan kesehatannya, karena seringkali dia pulang hingga saat semua orang telah dibuai mimpi.

Kejenuhan dalam urusan kesehariaan memang sebuah kewajaran. Kadang aku sedikit berpikir nakal :”Jika aku masih berkarier, mungkin aku setiap paginya sudah rapi dan cantik, harum lagi!.” Pikiran yang selalu berandai-andai tentu saja tidak dianjurkan oleh Rasulullah, panutan kita. Tapi pikiran yang tidak-tidak tentu saja sering hinggap di kepala, namanya juga I am BORING.

Saat jenuh, kadang datang seorang tamu, dan menceritakan permasalahan yang di hadapinya. Walaupun suntuk, tapi kedatangan tamu ini, tentu saja membuat irama kerjaku bernada lain.. Masalahnya dia datang disaat-saat jam sibuk. Maklum masih pagi hari. Sebagai tuan rumah yang baik, aku berusaha menjadi pendengar yang setia. Hatiku hanya setengah untuknya, yang setengahnya memikirkan jurus apa yang akan aku lakukan, agar sang tamu tidak terlalu berputar-putar pembahasannya


Tapi kedatangan tamu yang sebenarnya belum aku kehendaki, ternyata membawa hikmah tersendiri bagiku. Seperti saat pagi ini, sebelum aku menghadiri ta’lim rutin mingguanku.
“Assalamu’alaikum. Maaf aku mengganggumu. Aku ada perlu sedikit” Ternyata dia seorang ibu yang merupakan tetangga dekatku. Kelihatannya malu-malu untuk bicara padaku. Mungkin dia tahu, hari ini aku punya jadwal keluar pagi.

“Masuk aja bu. Maaf masih berantakan.” Aku pun memersilahkannya duduk di ruang tengah. Dia pun mulai cerita tentang bagaimana situasi rumah-tangganya saat ini. Bagaimana dia merasakan hatinya berserakan, karena sang kekasih memberinya teman sebanding, yang tak pernah di bicarakan sebelumnya, padahal ekonomi mereka masih ngos-ngos untuk memenuhi kebutuhan dapur mereka. Suaminya telah meminang gadis usia belia, yang merupakan pacarnya.

Aku jadi membayangkan diriku. Seandainya aku mengalami hal itu, tentu saja aku akan marah dan aku bergidik, apa yang akan aku lakukan sesuai selintasan pikiranku saat ini. Naudzubillah Mindzalik!

Ujung-ujungnya sih, pinjam uang. Maklum saja, gajiannya untuk dua keluarga. Padahal saat satu keluarga saja, mereka sering kelimpungan. Tentu saja aku memaklumi situasinya. Setelah dia pulang aku sempat duduk dan merenung sejenak.
“Betapa beruntungnya aku. Suami hanya kerja seharian, jarang sekali keluar rumah. Keluar rumahpun bila ada “bisnis”. Maklum dia punya usaha luaran.

Padahal seringkali hati ini tidak bisa menerima, bila suami pulang ditemani kilau gemintang, dan hanya bisa meluruskan punggung setibanya di rumah. Padahal kami, sebagai pasukannya telah menyediakan hidangan untuk di santap bersama. Kerja yang dilakoninya seakan tak pernah berujung. Memang sih sebenarnya untuk memenuhi semua kebutuhan ( mungkin sebagian hanya keinginan ). Tentu saja berdampak pada perasaanku, yang merasa tak punya kawan berbagi. Karena kadang banyak yang ingin aku sampaikan, tapi suami sudah menarik gulingnya. Aku jenuh!

Tapi aku sangat bersyukur pada Yang maha Tahu, karena tahu apa yang sebenarnya aku butuhkan pada saat situasi itu datang. Karena pada saat aku merasa jenuh pada kegiatan rutin yang sepertinya tak ada habisnya, selalu ada saja seseorang yang dikirim oleh Allah Swt untuk datang kepadaku. Tentu saja mereka datang dengan semua keluhannya. Keluhan yang dilontarkan kepadaku ternyata membuatku ‘sadar”. Sadar untuk men-charge energi yang melemah. Sadar untuk tidak menjenuhkan diri. Karena keadaanku ternyata lebih beruntung di banding mereka. Rasa syukur yang seperti tergantung di balik hati, ternyata perlu di pindah ke relung hati.

Thanks Halimah Taslima

Tidak ada komentar: